Budaya musik di seluruh Nusantara adalah bentuk kesenian yang bersifat tradisi dengan tingkat penciptaan yang relatif rendah, banyak improvisasi ditangani secara amatir, serta komposisinya tidak memeliki sistem yang jelas dan tidak dapat dihitung bila dilihat dari standar musik barat. Musik Nusantara biasanya dinikmati disuatu daerah tertentu karena kendala bahasa. Musik yang tidak kenal tradisi kriti. Ia hanya berguna untuk menciptakan suasana kebersamaan.
Dengan masuknya bangsa Portugis dan Spanyol, mulai dikenal sistem solmisasi untuk nyanyian diatonis. Dalam tradisi rakyat serta masuknya alata musik gitar, ukulele(kentrung), biola, cello,dan flute. Alat musik ini mendasari lahirnya musik keroncong. Musik keroncong dipakai oleh Jepang sebagai satu-satunya musik non barat untuk kepentingan propaganda mereka. Setelah Jepang kalah, musik keroncong lebih bertemakan protes dan menggunakan bahasa Indonesia. Mulai saat itulah musik keroncong menjadi musik Indonesia.
Walaupun sebenarnya keroncong lahir di daerah Tugu, Jakarta, adanya pemancar radio di Solo pada masa sebelum Perang Dinia II membuat kota itu menjadi pusat perkembangan musik keroncong di Jawa. Ditahun 1940 komposer Gesang membuat lagu Bengawan Solo dengan lirik orisinil/asli Indonesia. Hal ini dipandang sebagai kepeloporan tidak sengaja ide nasionalisme dalam musik prapoklamasi. Lirik yang asli Indonesia juga bisa dilihat pada lagu " Di bawah Sinar Bulan Purnama " karya R. Maladi. Begitu pula, R. A. J. Soedjasmin yang menggabungkan karya musik dan puisi-puisi karya Chairil Anwar dalam orkestrasi. Ini merupakan puisi nada nasional pertama yang mencerminkan jiwa sebenarnya tanah air Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar